Rabu, 05 Desember 2012

Aliran Mu'tazilah


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mu’tazilah adalah suatu kelompok teologi islam yang berdiri setelah peristiwa ketidak sepahaman antara murid dengan guru. Yaitu, terjadi pada washil bin atho’ dengan gurunya yang bernama hasan al-bashri. Pada awalnya washil adalah pengikut hasan al-bashri, hingga sampai pada suatu sub permasalahan tentang orang yang berbuat dosa besar. Hasan al-bashri pada saat itu sedang berfikir apakah orang mukmin yang melakukan dosa besar akan masuk syurga ataukah masuk kedalam neraka ?. Didalam penantian jawaban hasan al- bashri tiba-tiba washil bin atho’ memisahkan diri dari majlis dan berpendapat bahwa orang mukmin yang berbuat dosa besar tidak masuk syurga ataupun neraka.
Setelah peristiwa tersebut, washil mulai berfikir semua yang ada di dunia ini adalah bentuk dari pada pikiran manusia, dan akallah yang mene tukan. Washil selalu menggunakan akalnya untuk berpendapat, karena menganggap wahyu yang diturunkan kepada nabi muhammad saw. Itu adalah makhluk.
Meskipun demikian, washil adalah orang yang paling berperan didalam aliran pemikirannya. Walaupun ada juga sekelompok aliran teologi yang lain yang tidak mau iokut atau tidak sependapat dengan washil.

B.     Rumusan Masalah
1.      Siapa pendiri aliran mu’tazilah ?
2.      Apa saja yang menjadi dasar aliran mu’tazilah?
3.      Apa yang dimaksud dengan ushul al-khomsah atau lima dasar ajarang mu’tazilah?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam aliran mu’tazilah dan siapa yang menjadi pemimpinnya disetiap periodenya.
2.      Untuk mengetahui sejarah teologi islam yang menggunakan rsio atau akal saja dalam berpendapat atau berfatwaa menghukumi sesuatu.
3.      Agar bisa membedakan antara wahyu dengan akal.



PEMBAHASAN
A.    Teori
1.      ALIRAN MU`TAZILAH
a.       Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam selam lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Tentang awal munculnya sekte ini banyak diperselisihkan oleh para ulama, namun sebutan mu`tazilah itu lebih banyak ditujukan kepada dua tokoh kontroversial yang bernama Washil Ibn Atha` dan Amr Bin Ubaid. Keduanya adalah murid dari seorang Sayyidut tabi`in di wilayah Basrah yang bernama Abu Hasan Al-Basri, kemunculan mu`tazilah ini bermula dari lontaran ketidak setujuan dari Washil Ibn Atha` atas pendapat Hasan Basri yang mengatakan bahwa seorang muslim yang melakukan kefasikan (dosa besar), maka di akhirat nanti akan disiksa lebih dahulu sesuai dengan dosanya, kemudian akan dimasukkah jannah sebagai rahmat Allah atasnya, Washil Ibn Atha` menyangkal pendapat tersebut. Sebaliknya dia mengatakan bahwa kedudukanorang mukmin yang fasik tersebut tidak lagi mukmin dan tidak juga kafir. Sehingga kedudukannya tidak dineraka dan tidak pula di surga. namun dia berada dalam satu posisi antara iman dan kufur. Antara surga dan neraka (al-manzilah baina manzilatain).
Ketika Hasan al- Basri mendengar kebid`ahan mereka, maka dia mengusirnya dari majelis, lalu Washil Ibn Atha` memisahkan diri kemudian diikuti oleh para sahabatnya yang bernama Amr bin Ubaid. Maka pada saat itulah orang-orang menyebut mereka telah memisahkan diri dari pendapat umat. Sejak itulah pengikut mereka berdua disebut Mu`tazilah.
Peristiwa yang paling menggemparkan dalam sejarah perjalanan Mu`tazilah ini adalah peristiwa Al-Quran ialah makhluk. Sebuah peristiwa yang telah menelan ribuan
korban dan kaum muslimin, yaitu mereka yang tidak setuju pada pendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk. Mereka tetap bersikukuh pada pendapat mereka, bahwa Al-Quran adalah kalamullah sebagaimana yang dipahami oleh para salaf. Termasuk ulama yang mendapatkan ujian berat dari peristiwa Al-Quran makhluk ini adalah Imam Syafi`ie dan Imam Ahmad.
b.      Gerakan Kaum Mu’tazilah
Gerakan kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :
1)      Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.
2)      Di Bagdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll.
Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 h. DI Basrah dan di Bagdad, khalifah-khalifah Islam yang tereang-terangan menganut aliran ini dan mendukunhnya adalah :
1)      Yazid bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126H).
2)      Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H).
3)      Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H).
4)      Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H).

Diantara gembong-gembong ulama Mu`tazilah lainya adalah :
a)   Utsman Al- Jahidz, pengarang kitab Al- Hewan (wafat 255 H).
b)   Syarif Radhi (406 H).
c)   Abdul Jabbar bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat.
d)   Syaikh Zamakhsari pengarang tafsir Al- Kasysyaf (528H).
e)   Ibnu Abil Hadad pengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah (655H).

2.      PAHAM MU`TAZILAH
Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah (lima dasar) yaitu Tauhid, Al- Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina Manzilatain, jika telah menganut semuanya, maka ia disebut penganut paham Mu`tazilah” Berikut penjelasannya masing-masing yaitu :
a)      Tauhid, memiliki arti “Penetapan bahwa Al-Quran itu adalah makhluk” sebab jika Al-Quran bukan makhluk, berarti terjadi sejumlah zat qadiim (menurut mereka Allah adalah Qadiim, dan jika Al-Quran adalah Qadiim, berarti syirik/ tidak bertauhid).
b)      Al-Adl, memiliki Arti “Pengingkaran terhadap taqdir” sebab seperti kata mereka bahwa Allah tidak menciptakan keburukan dan tidak mentaqdirkan nya, apabila Allah menciptakan keburukan, kemudian Dia menyiksa manusia karena keburukan yang diciptakannya, berarti Dia berbuat zalim, sedang Allah adil dan tidak berbuat zalim.
c)      Al- Wa`du Wal Wa`iid (terlaksananya ancaman), maksudnya adalah apabila Allah mengancam sebagian hamba-Nya dengan siksaan, maka tidak boleh bagi Allah untuk tidak menyiksa-Nya dan menyelisih ancaman-Nya, sebab Allah tidak menginginkan janji, artinya- menurut mereka Allah tidak memaafkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan tidak mengampuni dosa-dosa (selain syirik) bagi yang dikehendaki-Nya. Hal ini jelas bertentangan dengan Ahlus Sunnah Wal jama`ah.
d)     Al-Manzilah Baina Manzilatain, Artinya orang yang berbuat dosa besar berarti keluar dari iman tetapi tidak masuk kedalam kekufuran, akan tetapi ia berada dalam satu posisi antara dua keadaan (tidak mukmin dan tidak juga kafir).
e)      Amar Ma`ruf Nahi Munkar, yaitu bahwa mereka wajib memerintahkan golongan selain mereka untuk melakukan apa yang mereka lakukan dan melarang golongan selain mereka apa yang dilarang bagi mereka.
Beberapa I`tiqad kaum Mu`tazilah yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah wal jamaah yaitu:
a.       Mereka berpendapat bahwa baik buruknya sesuatu ditentukan oleh akaln dan bukan oleh syari`at. Dengan demikian dalam pandangan mereka akal menduduki kedudukan yang lebih tinggi dari pada syari`at.
b.      Mereka mengatakan bahwa tidak memiliki sifat. Apa yang tercantum dalam Al- Quran dan sunnah berupa asma dan sifat Allah merupakan sekedar nama yang tidak memiliki pengaruh sedikitpun dari nama tersebut. Dengan demikian mereka menafikan adanya sifat-sifat tinggi dan mulia bagi Allah.
c.       Mereka berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk. Ahlus Sunnah berpendapat dan bersepakat bahwa Al- Quran bukan makhluk.
d.      Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar dari golongan mukmin, maka dia tidak disebut lagi sebagai seorang mukmin, namun juga tidak disebut kafir. Ahlus sunnah berpendapat bahwa seorang mukmin yang berbuat dosa besar , ia tetap sebagai mukmin yang berbuat kefasikan.
e.       Mereka berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat nanti pada hari kiamat (ketika dalam surga), karena hal itu akan menimbulkan pendapat, seolah-olah Allah berada dalam surga atau Allah dapat dilihat. Ahlus Sunnah berpendapat bahwa orang-orang beriman yang telah masuk surga akan dapat melihat Allah sesuai dengan (Q.S. Al- Qiyamah : 22-23).
f.       Mereka tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad mi`raj dengan ruh dan jasadnya.
g.      Mereka berpendapat bahwa manusialah yang menjadikan pekerjaannya, dan Allah sama sekali tidak ikut campur dalam perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
h.      Mereka tidak meyakini adanya `Arsy dan Kursi”. Mereka mengatakan bahwa jika keduanya benar-benar sebesar itu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, lalu diletakkan dimana kedua benda tersebut. Mereka mengatakan kedua benda tersebut hanyalah sekedar menggambarkan kebesaran dan keagungan Allah.
i.        Mereka juga tidak mengakui adanya malaikat “Kiraman Katibin” atau malaikat Rajib dan Atid. Mereka berpendapat bahwa ilmu Allah telah meliputi segalanya, sehingga tidak perlu lagi adanya pembantu dari kalangan malaikat.
j.        Mereka tidak meyakini adanya mizan, hisab, shirat, al- haudh dan syafa`at pada hari kiamat kelak.
Aliran atau sekolah pemikiran yang menegaskan bahwa berasio dengan logika adalah azas yang paling baik dalam melakukan sesuatu tindakan ataupun menyelesaikan masalah.
Dalam hubungannya dengan pemikiran Islam, rasiolisme merupakan aliran yang pertama muncul sebagai respon terhadap kitab ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan penggunaan akal
Aliran rasionalis ini seiring dihubungkan dengan Mu`tazilah yang dipelopori oleh Washil Ibn Atha` Al- Gazzal (689-749 M) murid kepada Hasan Al- Basri (642-728 H). Hasan Al- Basri adalah seorang tabiin dengan sering kali diberi julukan sebagai imam pada zamannya. Apbila dihubungkan dengan istilah salaf dan berpegang dengan sunah, Hasan Al- Basri adalah salah seorang dari kalangan mereka.
3.      GAGASAN RASIONALISME MU`TAZILAH.
Memberi keutamaan kepada akal dalam memahami ajaran Quran serta hadis. Kebebasan akal terikat pada ajaran-ajaran mutlak Quran dan Sunah, yaitu ajaran yang termasuk dalam istilah Qat`iy al-wurud dan Qat`iy al-dalalah.
Maksud Quran dan hadis difahami sesuai dengan pendapat akal. “Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam Quran dan Hadis”. Oleh Prof. Harun Nasution
B.     Analisis
Dari uraian diatas kita sudah mengetahui beberapa poin tentang aliran mu’tazilah dari mulai awal berdiri, pendiri aliran dan tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran tersebut. Aliran mu’tazilah adalah aliran yang menggunakan rasio sebagai patokan untuk menghadapi segala sesuatu yang ada didunia maupun diakhirat. Aliran yang didirikan oleh washil bin atho’ ini pernah mengusai dunia islam, karena aliran mu’tazilah dijadikan sebagai sebuah panutan atau kepercayaan pada masa kholifah Al-Ma’mun. Beliau menganggap aliran mu’tazilah merupakan aliran yang baik dan karena kerasionalannya beliau menerima dan meresmikan aliran ini sebagai paham negara.
Bukan hanya kerasionalannya saja, tetapi aliran mu’tazilah juga mempunyai beberapa dasar yang menjadi penguat paham aliran tersebut, diantaranya adalah :
1.       Tauhid
2.       Al-Adl,
3.       Al- Wa`du Wal Wa`iid
4.       Al-Manzilah Baina Manzilatai
5.       Amar Ma`ruf Nahi Munkar
Kelima dasar diataslah yang menjadikan alirang mu’tilah menjadi paham yang diakui leh kholifah pada saat itu. Dan dasar pemikiran tersebut dinamakan ushul al- khomsah yang artinya lima dasar pemikiran.


PENUTUP
Kesimpulan
Semua aliran dalam teologi Islam, baik Asy`ariah, Maturidiah, apalagi Mu`tazilah sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yang timbul dikalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah perbedaan dalam derajat kekuatan yang diberikan kepada akal. Kalau Mu`tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asy`ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran itu berpegang kepda wahyu, dalam hal ini perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-Quran dan hadist. Perbedaan dalam interpretasi inilah yang kemudian menimbulkan aliran-aliran yang berlainan dalam kalangan umat Islam seperti yang tersebut diatas.
Mu`tazilah mempunyai lima ajaran dasar, perintah bernuat baik dan larangan berbuat jahat, dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu`tazilah saja, tetapi oleh golongan-golongan umat Islam lainnya.
Kaum aliran Mu`tazilah dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari ajaran Islam, dan dengan demikian tak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama di Indonesia. Pandangan demikian timbul karena kaum mu`tazilah dianggap tidak percaya kepada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh rasio. Sebagai diketahui kaum Mu`tazilah tidak hanya memakai argumen rasuonal, tetapi juga memakai ayat-ayat Al-Quran dan hadist untuk menahan pendirian mereka.
Kaum Mu`tazilah tidak disukai karena mereka memakai kekerasan dan mnyiarkan ajaran-ajaran mereka dipermulaan abad ke 9 Masehi. Kesalahpahaman terhadap kaum Mu`tazilah timbul karena buku-buku mereka tidak dibaca dan dipelajari lagi di dalam perguruan-perguruan Islam. aliran Mu`tazilah lebih dikenal sebagai aliran rasionalisme.
Pemahaman Mu`tazilah yaitu abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah (lima dasar) yaitu Tauhid, Al- Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina Manzilatain, jika telah menganut semua nya, maka ia penganut paham Mu`tazilah.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrazak, 2004. Ilmu Kalam. Jakarta: Bulan Bintang.
Abu Fatiah, Al-Adnani, 1999. Agenda Al- Muzzai. Solo : Pustaka Amanah.
Anwar, Rosihan, 2005. Ilmu KalaM.  Jakarta : Pustaka Setia.
Dhuhri, Saifuddin, 1999. Diktat Kuliah. Lhokseumawe: STAIN Malikussaleh ,
Nasution, Harun, 2002. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan. Jakarta :UI Press.
Nurdin, M. Amin, Afifi, Fauzi, abbas. 2011. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta : Taruna Grafika/ Amzah.

2 komentar:

  1. tambahkan link ke www.iaincirebon.ac.id
    Selamat...teruskan menulis. Tugas ini hanya sebagai awal. Salam sukses.

    BalasHapus
  2. makasih bu......
    cara menambahkan link ke www.iaincirebon.ac.id itu bagaimana bu?

    BalasHapus